Krisis pangan global saat ini menjadi isu perbincangan utama dibeberapa negara. Kementerian Pertanian menunjukan keseriusannya dalam menjawab tantangan mengantisipasi kerawanan pangan tersebut. Antisipasi tersebut ditunjukan salah satunya dengan mengedukasi generasi muda dalam pemanfaatan alternatif bahan pangan.
Menyikapi hal itu, Politeknik Enjiniring Pertanian Indonesia (PEPI) sebagai unit pelaksana teknis pendidikan dibawah naungan Kementan menjawab tantangan dengan menyelenggarakan Millennial Agriculture Forum (MAF) yang bertema “Challenges And Opportunities On National Food Security” (16/07).
Kegiatan MAF yang di ikuti oleh berbagai partisipan yang di dominasi oleh petani milenial Polbangtan/PEPI digelar sebagai wujud komitmen Kementan dalam mengedukasi para generasi muda dalam mengatasi krisis pangan global.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menekankan pentingnya diversifikasi pangan dengan mengoptimalkan potensi dan keragamanan sumberdaya pangan lokal sebagai salah satu strategi ketahanan pangan di tengah pandemi.
“Jadi pangan itu tidak harus beras, kita melakukan juga upaya diversifikasi pangan. Beberapa pangan lokal kita intervensi seperti singkong, talas, dan umbi-umbian lainnya,” ujar Mentan SYL.
Strategi ini menurutnya juga harus simultan dengan upaya mengoptimalisasikan lahan pertanian yang ada agar produktivitasnya menjadi lebih maksimal, termasuk memanfaatkan lahan pekarangan sebagai sumber pangan bagi keluarga.
Hal senada diungkapkan Kepala Badan Penyuluh dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian Kementerian Pertanian Kementan Dedi Nursyamsi mengatakan diversifikasi ke pangan lokal menjadi solusi agar Indonesia terhindar dari krisis pangan global.
Dedi menghimbau para generasi milenial untuk mulai mengkonsumi makanan karbohidrat non beras. “Solusinya adalah kita mesti genjot pangan lokal, kita harus diversifikasi pangan impor menjadi pangan lokal. Ganti gandum dengan umbi-umbian, dengan singkong, dengan lobak, dan lain sebagainya,” kata Dedi.
Tema menarik diangkat oleh PEPI sebagai sarana transfer pengetahuan dalam menjawab tatangan mengatasi krisis pangan global. Tentunya PEPI menghadirkan 3 narasumber menarik yaitu Setiari Marwanto Peneliti BRIN, Wahida Analis Kebijakan di Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (PSEKP) dan Mona Nur Moulia Ketua Prodi Teknologi Hasil Pertanian.
Salah satu narasumber Wahida mengungkapkan permasalahan saat ini adalah masyarakat Indonesia bergantung pada bahan pangan tertentu sehingga apabila ketersediaanya terbatas maka harganya akan melonjak. Oleh karena itu bahasan kali ini adalah bagaimana masyarakat mampu mensiasati dengan mencari alternatif bahan pangan lainnya.
“Seperti himbauan Kepala Badan tadi, bahwa masyarakat indonesia harus mulai mengkonsumsi makanan karbo non beras, kita harus mulai meragamkan apa yang kita makan, seperti ubi, kentang, kacang-kacangan. Jadi tidak harus monoton mengkonsumsi nasi” ujar Wahida saat memaparkan materinya.
“Karena itu peran generasi muda dalam mengubah pola dan mereferensi masyarakat agar mengerti bahwa kenyang tidak harus nasi. Saat ini banyak sumber karbohidrat yang pemerintah sosialisasikan ke masyarakat agar ketergantungan akan nasi bisa berkurang” tambahnya.
Direktur PEPI Muharfiza turut menghimbau para generasi muda dapat berkontribusi pula dalam menjaga ketahanan pangan di wilayahnya. Generasi muda memiliki peluang untuk membangun kedaulatan dan kemandirian pangan terutama dalam masa pandemi seperti ini yang mana aktifitas banyak dilakukan dirumah sehingga cenderung menjadi lebih kreatif dan bisa berkreasi untuk mengakali situasi yang ada, termasuk halnya dalam menjaga akses terhadap pangan.
“Saya berharap MAF kali ini menjadi sarana untuk berbagi ilmu, pengetahuan, dan teknologi guna membangun dan mengembalikan kembali semangat generasi muda dalam mengembangkan pangan lokal di wilayahnya” ujarnya.
“Kita tahu bahwa perjuangan melepas ketergantungan terhadap beras sangat penting bagi terwujudnya ketahanan pangan, namun bukan berarti bahwa beras akan sepenuhnya dihilangkan dari meja makan. Akan saja kita perlu melakukan subtitusi pola konsumsi. Seperti nasi diganti dengan kentang, atau ubi, daging sapi diganti dengan ayam, minyak goreng diganti dengan minyak kelapa. Yang tentunya peran generasi milenial disini sangat dibutuhkan dalam mengedukasi masyarakat diluar sana” tambahnya.
368 total views