SERPONG – Salah satu fokus utama Kementerian Pertanian adalah merealisasikan pertanian yang modern, dengan memanfaatkan alat dan mesin pertanian (alsintan). Untuk mendukung hal tersebut, dibutuhkan SDM pertanian yang handal.
Politeknik Enjiniring Pertanian Indonesia (PEPI) turut mendukung hal tersebut dengan menyiapkan petani milenial yang akrab dengan alsintan, termasuk cultivator.
Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menargetkan agar pendidikan vokasi pertanian dapat menghasilkan SDM Milenial penopang pertanian Indonesia.
“Transformasi pendidikan di sektor pertanian belumlah maksimal apabila hanya menyangkut kelembagaan, maka ada empat jurus jitu yang harus ditekankan dalam pendidikan vokasi yakni karakter, kompetensi, kritis dan kreatif karena pendidikan vokasi menuntut hadirnya generasi milenial yang tangguh berkarakter petarung,” kata Mentan SYL.
Sementara Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi, juga menekankan pentingnya peran pendidikan vokasi dalam mencetak SDM yang handal.
“Karena, tonggak utama pembangunan pertanian berada ditangan SDM yang berkualitas,” ujarnya.
Ditambahkan Dedi Nursyamsi, SDM yang kompetitif adalah sebagai tenaga kerja pertanian andal dan unggul sebagai pengusaha pertanian milenial andal, kreatif, inovatif, professional, serta mampu menyerap lapangan pekerjaan sektor pertanian sebanyak mungkin.
“Petani serta pengusaha pertanian milenial diharapkan mampu menjadi resonansi, penggebuk tenaga muda di sekitarnya untuk menjadi SDM pertanian unggulan yang mampu menggenjot pembangunan pertanian menjadi pertanian maju, mandiri dan modern,” tutur Dedi Nursyamsi.
Peningkatan kualitas ini juga yang dilakukan , Vania Almaisya Sarah, Mahasiswa Politeknik Enjiniring Pertanian Indonesia (PEPI). Ia mengoptimalkan penggunaan alat mesin pertanian cultivator dalam meningkatkan produktivitas kerja petani dan mengubah pekerjaan berat menjadi lebih ringan.
Bersama Penyuluh dan Petani di Desa Cimanggu, Kecamatan Ngamprah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, mahasiswa mengoperasikan Cultivator dalam mengaduk dan menghancurkan gumpalan tanah yang besar.
“Hal tersebut dilakukan sebelum penanaman (untuk mengaerasi tanah) maupun setelah benih atau bibit tertanam (untuk membunuh gulma). Berbeda dengan garu mengaduk sebagian besar permukaan tanah, cultivator mengaduk tanah sebagian saja secara hati-hati sehingga tidak mengganggu tanaman pertanian,” tutur Vina.
Menurutnya, cultivator yang bertipe gigi menyerupai bajak singkal namun bekerja dengan cara yang berbeda.
“Cultivator hanya bekerja pada permukaan, sedangkan bajak singkal bekerja lebih ke dalam tanah. Sehingga penggunaan cultivator membutuhkan tenaga tarik yang lebih kecil dibandingkan pembajakan,” paparnya.
Mahasiswa Semester IV yang melaksanakan Praktik Kerja Lapangan I (PKL I), menyatakan pentingnya meningkatkan keterampilan dalam mengoprasikan cultivator pada lahan pertanian, serta dapat menjelaskan metode, peralatan, kinerja mesin-mesin pengolahan tanah dan menguraikan prisip mekanika pada alat pengolahan tanah kepada petani setempat.
529 total views